Sabtu, 17 November 2012

Cycling

Thanks for still being cycling in the middle of machine crowd. Sure, You are still young and cycling will makes You healthy.

At this moment, everyday we saw boys and girls just want to drive motorcycle, although the machine is not yet worth for them. Sure, they have no Driving Licence and there aren't Helmet that covered their head.

If visiting to Takengon, Redelong, We will see the panorama.

The pictures were taken when Maghreb rises. So the reader will see the blur ones since the low speed shutter.

Minggu, 11 November 2012

PDAM

Di tempat lain air susah di sini begini

Lokasi, Jl. Sengeda, Takengon, Aceh Tengah

Jumat, 09 November 2012

Anti Wali Nanggroe Qanun

At this moment, at DPRA, Banda Aceh, members of the board are still working to produce a Qanun (Law/Regulation) about Wali Nanggroe.

But, there is a controversial article: for eligibility of Wali Nanggroe must be fluent in Aceh Language.

So, how about another tribes in Aceh such as Gayo, Alas, Tamiang, Singkil, Jamu, and others.

And yesterday at Umah Reje Ilang, the minority tribes in Aceh conduct the demontration.

Selasa, 06 November 2012

Nah, Lahan Basah Sebenarnya (sudah) Ada

Makin banyak yang bedegot* minum Kopi Gayo.

*bedegot: seperti makna lahap bila memakan makanan.

http://aceh.tribunnews.com/2012/11/04/kopi-gayo-rambah-sabang


Kopi Gayo Rambah Sabang

Minggu, 4 November 2012 08:31 WIB
041112foto_3.jpg
SERAMBI/GUNAWAN
Herman A Raihan sedang meracik kopi di Kafe "Kopi Gayo degood's Arabika" yang ia kelola. Kopi Gayo mulai diminati warga Sabang



* Espresso Paling Digemari

SABANG - Masyarakat penikmat kopi di Kota Sabang sudah bisa menikmati cita rasa kopi asli Gayo, tanpa harus pergi ke luar kota seperti ke Banda Aceh. Beraneka sajian kopi asli Gayo dari biji-biji pilihan dan berkualitas tinggi, ternyata sudah tersedia di kota wisata itu sejak beberapa bulan terakhir.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Serambi, kopi asli Gayo mulai merambah Sabang sejak Juni 2012 lalu. Sejak itu pula, para penikmat kopi di Sabang yang biasa hanya merasakan kopi tradisional, mulai beralih ke kopi Gayo. Banyak juga warga yang awalnya sekadar ingin mencoba, tapi kini tak bisa ‘lepas’ lagi dari secangkir kopi Gayo.

Beberapa penikmat kopi asal Sabang yang ditemui Serambi mengatakan sangat senang dengan hadirnya kopi asli Gayo di kota itu. Sebab, selama ini bagi mereka yang ingin menikmati kopi Gayo harus berlayar menyeberangi lautan menuju Banda Aceh.

“Sekarang tak perlu lagi ke Banda Aceh. Kopi asli gayo sudah ada di sini. Bahkan disajikan dengan berbagai jenis, sama seperti di kafe-kafe atau warung kopi di Banda Aceh dan tempat lain,” kata seorang warga Sabang kepada Serambi, kemarin.

Warga lainnya, T Aswin Dashrul, pegawai Dinas PU Sabang juga sangat senang dengan hadirnya kopi asli Gayo di Sabang. “Kopi Gayo kan sudah mendunia, jadi kami juga ingin menikmatinya. Saya sendiri penikmat espresso, kadang saya minum tiga kali sehari. Di samping rasa, kopi yang sehat membuat tubuh kita sehat dan fresh setiap hari,” ujarnya.

Di sisi lain, kata Aswin, kehadiran kafe yang khusus menyediakan aneka kopi Gayo dapat memperkaya khazanah wisata kuliner Sabang. “Misalnya, jika ada turis yang ingin menikmati kopi Gayo, tentu mereka tak mesti ke Gayo, karena sudah ada di Sabang,” kata Aswin.(gun)

Di Sini Tempatnya

KAFE Kopi Gayo degood’s Arabika, adalah salah satu tempat yang khusus menyediakan kopi Gayo. Di kafe ini hanya ada minuman kopi, dan sama sekali tidak menyediakan makanan. Kafe yang terletak di Jalan Oentung Surapati, Kuta Ateuh, Kecamatan Sukakarya, Sabang, ini didirikan Juni 2012.

Pengelola kafe, Herman Pelani A Raihan, mengkaim bahwa kafe tersebut adalah kafe pertama di Sabang yang khusus menyediakan aneka sajian kopi Gayo. Awalnya ia hanya coba-coba menjalani bisnis itu, sampai akhirnya ia bersama tiga temannya, Aidi Suhaili, Anjan, dan A Nabil, memutuskan mendirikan kafe itu.

Di kafe yang berdiri khas paduan suasana klasik dan eksklusif itu, mereka menyediakan 14 jenis sajian kopi Gayo. “Seperti Coffee Clasic (tubruk), Coffe Drip, Espresso, Caramel Macciato, Americano, Cappuchino, Latte, Coffee Vanilla, Moccacino, dan ada juga dalam sajian dingin,” kata Herman. Menurut dia, tak kurang dari 50-an perhari penikmat kopi yang datang ke kafe itu.(gun)

Bupati Baru, Masalah Baru?

Tak masalah berganti Bupati setiap hari, asal permasalahan yang mendasar di Aceh Tengah, seperti air bersih, lalu lintas yang semakin (akan) memburuk, budaya Gayo, dan masalah lain yang menyangkut hidup orang banyak dapat diatasi. Asala sesuai dengan tujuan NKRI di Pembukaan UUD 1945, tak masalah bila Bupati terus berganti setiap saat.

http://aceh.tribunnews.com/2012/11/05/menyoal-legitimasi-pj-bupati-aceh-tengah
Menyoal Legitimasi Pj Bupati Aceh Tengah
Senin, 5 November 2012 09:17 WIB
POLEMIK seputar keabsahan Penjabat (Pj) Bupati Aceh Tengah, Ir Mohd Tanwier MM yang akrab dipanggil Baong, kian hangat diperbincangkan dalam beberapa pekan terakhir. Perdebatan pro-kontra seputar keabsahannya itu dimulai ketika yang bersangkutan tak lagi menduduki jabatan struktural Eselon II sebagai Staf Ahli Gubernur Aceh bidang Pemerintahan, karena telah diberhentikan oleh Gubernur Zaini Abdullah (Serambi, 13/10/2012). 

Di satu pihak ada yang menafsirkan bahwa setelah diangkat menjadi Pj Gubernur dan Pj Bupati/Wali Kota, maka yang bersangkutan tidak harus masih menjabat jabatan Eselon I bagi Pj Gubernur dan Eselon II bagi Pj Bupati/Wali Kota, sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Aceh, A Hamid Zein. Sementera di pihak lain ada yang menyatakan bahwa setelah diangkat menjadi Pj, ia harus masih menduduki jabatan eselonnya, sebagaimana dipahami oleh Bardan Sahidi, Anggota DPRK Aceh Tengah dari Fraksi PKS. Bahkan, Dirjen Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan ikut pula meramaikan polemik multitafsir mengenai jabatan Pj Bupati Aceh Tengah itu (Serambi, 13/10/2012).

 Awal polemik
Berdasarkan pemberitaan sebagaimana dimuat dalam media cetak tersebut menyebutkan bahwa seminggu setelah menduduki jabatan Eselon II sebagai Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Pemerintahan, Mohd Tanwier dilantik oleh Pj Gubernur Aceh Tarmizi A Karim sebagai Pj Bupati Aceh Tengah, dan posisi yang ditinggalkannya itu digantikan oleh M Alibasyah yang sebelumnya menjabat Pj Bupati Aceh Utara. Sejak saat itulah posisi Baong sebagai Pj Bupati Aceh Tengah menjadi polemik dan kerap diberitakan oleh beberapa media cetak di Aceh.

Yang menjadi polemik saat ini adalah syarat sebagaimana termaktub dalam PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 132 ayat (1) huruf (b) yang mensyaratkan agar Pj Bupati “menduduki jabatan struktural Eselon II dengan Pangkat Golongan sekurang-kurangnya IV/b bagi Pj Bupati/Wali Kota”. Namun, ketentuan Pasal 132 ayat (1) huruf (b) tersebut tidak menyebutkan secara tegas mengenai ada tidaknya kewajiban bagi Pj Gubernur atau Pj Bupati/Wali Kota yang telah diangkat untuk melepaskan jabatan struktural eselon I atau II yang secara bersamaan sedang didudukinya.

Mengingat rumusan Pasal 132 ayat (1) huruf (b) tersebut bermakna multitafsir, kiranya penulis mencoba untuk mengkaji dan menafsirkan rumusan Pasal 132 ayat (1) tersebut dengan menggunakan 2 (dua) metode atau pendekatan, yaitu: Pertama, penafsiran hukum dengan menggunakan metode/pendekatan semantik-gramatikal dengan melibatkan pakar bahasa atau setidaknya kamus besar bahasa, dan; Kedua, penafsiran hukum dengan menggunakan metode/penafsiran secara sistematis.

Hemat penulis, Filosofi dari rumusan Pasal 132 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tersebut hakikatnya tidak menghendaki adanya rangkap jabatan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan, dimana disatu sisi seseorang menduduki jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) yang bersifat karier/struktural (nonpolitis), namun di sisi yang lain dalam waktu bersamaan orang yang sama juga sedang menduduki jabatan Pj Gubernur maupun Bupati/Wali Kota yang bersifat politis (nonkarir/nonstruktural).

Ketidakinginan akan adanya rangkap jabatan sebagaimana yang diamanatkan dalam rumusan klausul Pasal 132 ayat (2) tersebut dapat dipahami sebagai upaya untuk mewujudkan konsepsi penyelenggaraan pemerintahan yang ideal yang dikenal dengan “asas-asas umum pemerintahan yang baik” atau “Asas Umum Pemerintahan yang layak” atau yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur.

 Konsekuensi hukum
Berdasarkan penafsiran hukum yang dilakukan secara sistematis tersebut di atas menunjukkan bahwa kemungkinan situasi yang muncul sebagai akibat dilakukannya penafsiran secara semantik-gramatikal, hemat penulis cenderung mengarah pada kemungkinan situasi yang pertama, yaitu bahwa syarat dan kriteria mengenai “menduduki jabatan struktural Eselon I bagi Pj Gubernur dan Eselon II bagi Pj Bupati/Wali Kota” yang dijadikan salah satu syarat dasar untuk dapat diangkat menjadi Pj Gubernur dan Pj Bupati/Wali Kota, mengandung situasi “tidak secara bersamaan melekat” dan “tidak berbanding lurus dengan masa waktu posisinya sebagai Pj Kepala Daerah”. Atau dengan kata lain bahwa syarat “menduduki jabatan..” tersebut hanya bersifat “terbatas” pada saat diangkatnya seseorang sebagai Penjabat (Pj) suatu Kepala Daerah.

Dengan demikian maka konsekuensi hukumnya adalah bahwa pada saat Mohd Tanwier diangkat sebagai Pj Bupati Aceh Tengah secara hukum yang bersangkutan tidak boleh secara bersamaan menduduki jabatan eselon II sebagai staf Ahli Gubernur Aceh karena melanggar Pasal 132 ayat (1) huruf b dan ayat (2) PP Nomor 6 Tahun 2005. Sebagai konsekuensi dilakukannya penafsiran hukum secara sistematis tersebut, sepatutnya Pj Gubernur Aceh ketika itu (Tarmizi A. Karim) menurut hukum wajib segera mengangkat pejabat baru untuk menduduki jabatan eselon II yang ditinggalkan oleh Mohd Tanwier.

Berdasarkan konsepsi penafsiran hukum yang dilakukan secara sistematis dan semantik tersebut menunjukkan bahwa tindakan yang diambil oleh Gubernur Zaini Abdullah yang memberhentikan Mohd Tanwier dari jabatan Eselon II sebagai Staf Ahli Gubernur Aceh, yang secara bersamaan masih sedang menjabat sebagai Pj Bupati Aceh Tengah, secara hukum sudah benar karena Gubernur sudah melakukan sesuatu yang memang sepatutnya dilakukan sebagaimana dikehendaki oleh hukum dan karenanya tindakan Gubernur tersebut bersifat konstitusinal.

Justru Gubernur Aceh akan melanggar hukum apabila tetap membiarkan Mohd Tanwier menduduki jabatan struktural eselon II sebagai Staf Ahli Gubernur Aceh bidang Pemerintahan yang secara bersamaan masih sedang menjabat sebagai Pj Bupati Aceh Tengah. Hal tersebut mengingat penafsiran hukum secara sistematis hakikatnya tidak menghendaki adanya rangkap jabatan sehingga karenanya wajib dilakukannya pelepasan jabatan struktural Eselon II yang sedang diduduki oleh Mohd Tanwier.

 Sudah benar
Atas dasar itu, maka jabatan Pj Bupati Aceh Tengah yang sedang diemban oleh Mohd Tanwier yang saat ini tidak lagi menduduki jabatan struktural Eselon II sebagai Staf Ahli Gubernur Aceh bidang Pemerintahan paskadiberhentikan oleh Gubernur Aceh, baik berdasarkan penafsiran hukum yang dilakukan secara semantik-gramatikal maupun secara sistematis sudah benar.

Hal tersebut mengingat sudah sepatutnya secara hukum seseorang yang sudah diangkat sebagai Pj Bupati Aceh Tengah wajib melepaskan jabatan Eselon II yang sedang didudukinya atau Pejabat yang telah mengangkatnya sebagai Pj Bupati Aceh Tengah, menunjuk pejabat baru untuk menduduki jabatan struktural Eselon II yang ditinggalkannya itu. Dengan demikian, Mohd Tanwier sebagai Pj Bupati Aceh Tengah saat ini memiliki legitimasi dan sah secara hukum.  

* Kurniawan, SH, LLM, Staf Pengajar (Dosen) Tetap Jurusan Hukum Tata Negara/Pemerintahan Daerah, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam, Banda Aceh. Email: kurniawanfh@yahoo.com

Senin, 05 November 2012

PESTA PRIBADI

Zaman moderen saat ini sepertinya tak cocok lagi mengadakan pesta dengan meruntuhkan kepentingan umum seperti jalan. Karena aktivitas saat ini sudah tinggi.

Seperti contoh ini, padahal pesta telah usai. Namun atribut masih mengganggu. Jalan elak memang ada, namun dengan kapasitas yang kecil dan badan jalan yang buruk, tak lah elok rasanya.

Minggu, 04 November 2012

Ikan Asli Danau Lut Tawar

Lokasi Pasar Bawah Takengon

Sayang, ikan Ini semakin mahal dan agak langka. Perubahan alam danau dan iklim?

Mengandalkan ikan dari pesisir?  Bagus, namun apa cukup dan bisa tahan lama?

Perikanan air tawar sepertinya harus menjadi prioritas pembangunan kabupaten ini. Tak hanya memenuhi gizi masyarakat namun juga pariwisata. 

Jumat, 02 November 2012

GAYO HIGHLAN(D)

Sebuah proyek dari Dinas Pariwisata Aceh Tengah. Tak sampai setahun, D menghilang.

Isunya, yang mengerjakan itu menantunya. Tak lah apa bila menantu yang mengerjakan asal prosesnya benar dan profesional.

Tapi, belum setahun itu kok bisa ambruk.

Dahulu, di face bukit ini ada tulisan GAYO dari pohon pinus yang ditanam anak-anak SMA pas akhir 80-an. Sekarang tak lagi tampak karena pinus telah tumbuh dan juga sering terjadi kebakaran.

Mau tiru Hollywood, buat bagus lah!

Sampah

Awalnya lokasi ini lumayan terjaga dari sampah. Hingga Ramadhan lalu ada yang jual tebu dan memindahkan tong sampah resmi ke titik di mana palang ini barada. Alhasil, tong hilang, sampah berserak. Dan petugas kebersihan tentu tak akan hirau dengan hal di luar kissable mereka.
Salah penjual tebu? Entah lah...
Lokasi, Lemah Burbana, Takengon Aceh Tengah.